BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI NIRLABA
A. Profit dan Non Profit, Laba dan
Nirlaba
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal
yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan,
sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi
politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi
sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan
apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak
berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005
: 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen
dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi,
tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan
lembaga nirlaba.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan
(aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan
tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi
(pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut
kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba
sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan
poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu
ada.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan
organisasi laba
Banyak hal yang
membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam
hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba,
apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas
memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi
nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba
yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan
usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas
siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur
Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan.
Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Organisasi nirlaba,
non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan organisasi profit dan
pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian
kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi
sejauhmana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup
dan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati
merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi
pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi
kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan
kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan dan kurang pengetahuan
dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak masyarakat hidup dalam
kemiskinan, ketidakberdayaan, konflik dan kekerasan sosial. Pengelolaan
organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas pribadi dan
organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang komprehensif
dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal,
unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama masyarakat.
Dalam konteks
pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan memberikan energi
perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana, profesional
dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi pelaku
manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses pembelajaran atas
pengalaman-pengalaman laoangan dan teori-teori manajemen terkini dalam bidang
pemberdayaan masyarakat.
Ciri-Ciri Organisasi
Nirlaba
1. Sumber daya entitas berasal dari para
penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi
yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/ atau jasa
tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka
jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas
tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti
lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi
nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan
tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat
likuiditas atau pembubaran entitas.
Keadaan Organissai Nirlaba di
Indonesia
Menurut Wikipedia Indonesia,
organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik
perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian
terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba
meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik,
organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi
jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum,
dan beberapa para petugas pemerintah.
Karakter dan tujuan dari
organisasi non profit menjadi jelas terlihat ketika dibandingkan dengan
organisasi profit. Organisasi non profit berdiri untuk mewujudkan perubahan
pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai dengan namanya
jelas-jelas bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi nonprofit menjadikan
sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas
organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Organisasi profit
memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya organisasi nirlaba. Dari
onganisasi inilah sumber daya manusia yang handal terlahir, memiliki daya saing
yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan. Hampir
diseluruh dunia ini, organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap
tatanan hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh
pelosok dunia yang bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah. Kita
telah saksikan sendiri, bagaimana efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba
ketika terjdi bencana tsunami di Aceh, ratusan organisasi nirlaba dari seluruh
dunia seakan berlomba membuat prestasi tehadap proyek kemanusiaan bagi
masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan langsung dengan
majunya komunitas, mereka mendapatkan market yang terus bertumbuh karena daya
beli komunitas yang kian hari kian berkembang atas pembinaan organisasi
nirlaba.
Contoh Organisasi Nirlaba
A. Yayasan Sosial Misalnya
: Supersemar, Yatim Piatu dsb
B. Yayasan Dana, misalnya
: Pundi Amal SCTV, RCTI Peduli, Dompet Dhu’afa,
C. Lembaga
Advokasi. Misalnya : Perlindungan kekerasan dalam RT
D. Balai
Keselamatan. Misalnya : Tim SAR
E. Yayasan Kanker Indonesia
F. PMI
B. Rencana
Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS)
RAPBS adalah rencana
biaya dan pendanaan rinci untuk tahun pertama. RAPBS berkaitan dengan
penjabaran pembiayaan dari program kerja tahunan sekolah atau madrasah.
Pembiayaan yang direncanakan baik penerimaan maupun penggunaannya selama satu
tahun itulah yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS) atau Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBM).
Dalam Depdiknas (1999)
dijelaskan ada beberapa langkah dalam penyusunan RAPBS, yaitu:
1. Mengiventaris program/kegiatan
sekolah selama satu tahun mendatang;
2. Menyusun program/kegiatan tersebut
berdasarkan jenis kerja dan prioritas;
3. Menghitung volume, harga satuan dan
kebutuhan dana untuk setiap komponen kegiatan;
4. Membuat kertas kerja dan lembaran
kerja, menentukan sumber dana dan pembebanan anggaran serta menuangkannya ke
dalam format buku RAPBS/RAPBM;
5. Menghimpun data pendukung yang akurat
untuk bahan acuan guna mempertahankan anggaran yang diajukan.
Anggaran baiaya sekolah
terdiri dari dua hal yang satu sama lain saling berkaitan.
Pertama anggaran pemerintahan/ pendapatan,
dan
kedua anggaran pengeluaran yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan sekolah. Anggaran
penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari
berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur atau tidak. Sedangkan
anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk
kepentingan pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Belanja sekolah
sangatlah ditentukan oleh besarnya anggaran pendapatan atau penerimaaan sekolah
yang diterima dari berbagai sumber, langsung atau tidak langsung. Pengeluaran
sekolah tersebut dapat dikategorikan kepada bebearapa hal, yaitu:
1. Pengeluaran untuk tatauasaha sekolah;
2. Untuk pemeliharaan sarana dan
prasarana (fasilitas) sekolah;
3. Pengeluaran untuk kesejahteraan
pegawai;
4. Pengeluaran untukn administrasi;
FUNGSI ANGGARAN
Anggaran berfungsi sebagai:
a. Alat perencanaan dan pengendalian
b. Alat bantu bagi manajemen dalam
menempatkan organisasi dalam posisi kuatatau lemah
c. Tolak ukur keberhasilan organisasi
dalam pencapaian tujuan
d. Alat motivasi bagi pimpinan dan
karyawan untuk bertindak efisien
PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN
Dalam menyusun anggaran, ada beberapa
prinsip yang harus dipenuhi, antara lain;
a. Ada pembagian wewenang dan tanggung
jawab yang jelas dalam manajemen dan
b. Ada sistem akuntansi yang memadai
c. Ada analisis dan penelitian untuk
menilai kinerja organisasi
d. Ada dukungan dari pelaksana, mulai
dari tingkat atas sampai tingkat bawah
Persoalan penting yang
harus diperhatikan dalam menyusun anggaran suatu organisasi adalah bagaimana
memanfaatkan dana secara efisien dan mengalokasikannnya secara tepat secara
prioritas.
C. ALOKASI DANA
Perlu diperhatikan bahwa
alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah besarnya
tidak sama. Hal ini didasarkan pada dua hal, yaitu:
1. Kebutuhan biaya penyelenggaraan
pendidikan di setiap daerah,
2. Banyaknya jumlah sekolah, kelas siswa
dan guru disetiap daerah.
Dengan mempertimbangkan kedua
hal tersebut, maka pada umumnya daerah perkotaan memperoleh anggaran
lebih besar daripada daerah pendesaan, karena memiliki unit sekolah lebih
banyak sehingga membutuhkan pembiayaan yang lebih besar.
Dalam menentukan
anggaran permasalahan yang sering dihadapi oleh para penyusun anggaran adalah;
1. Perubahan tingkat harga yang
mengakibatkan berubahnya biaya-biaya operasional,
2. Perubahan tujuan dan skala prioritas
organisasi
D. PENGAWASAN
Pengawasan dilakukan
secara langsung oleh para pimpinan terhadap bidang yang menggunakan keuangan.
Tetapi secara sruktural dan fungsional ada proses pengawasan yang bekerja untuk
mengaudit penggunaan pembiayaan yang dikeluarkan.
Pemanfaatan anggaran
tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena itu diperlukan pengawasan anggaran
sebagai upaya memperkuat akuntabilitas para pimpinan sekolah. Pengawasan
anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan dan menilai alokasi biaya
dengan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain, pengawasan anggaran dilakukan
untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi alokasi. Secara umum proses
pengawasan tersebut mencakup kegiatan memantau, menilai dan melaporkan hasil
pengawasan kepada pemerintah, atau yayasan (swasta/masyarkat).
Dalam kebijakan umum
pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Rakernas, 1999), sistem
pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut:
1. Sistem pengawasan fungsional yang
dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi
dan efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang
organisasi.
2. Hasil temuan pengawasan harus
ditindaklanjuti dengan koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat
penegak hukum serta instansi terkait turut menyamakan perssepsi, mencari
pemecahan bersama atas masalah yang dihadapi.
3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih
diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
4. Akurat, artinya informasi tentang
kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang tinggi.
E. PERTANGGUNGJAWABAN
Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban Keuangan, meliputi:
1. Diusahakan
secara singkat dan dilaksanakan pada setiap akhir pekan.
2. Periksa
terlebih dahulu Buku Kas Umum dalam hubungannya dengan buku yang lain setiap
akhir bulan.
3. Diperingatkan
kepada bendaharawan mengenai: pengiriman SPJ (Surat Pertanggungjawaban)
bulanan,
4. Diperiksa
pengurusan barang inventaris dan penyimpanan dokumen pertinggalkeuangan
sewaktu-waktu.
5. Diadakan
pemeriksaan kas dengan menyusun Berita Acara Pemeriksaan Kas setiap akhir
triwulan secara teratur.
6. Dilaporkan
dengan segera (paling lambat 1 minggu) jika terjadi kerugian yang diderita oleh
negara karena penggelapan atau perbuatan lain, kepada Sekretaris Jendral
Depdiknas c.i. Kepala Biro Keuangan dengan tembusan kepada Inspektur Jendral
Depdiknas dan BPK.
Dalam menentukan pemeriksaan satuan kerja, perlu mengadakan penilaian yang
mencakup:
1. Terselenggaranya
pengawasan atasan langsung yang menjamin pelaksanaan tugas secara efektif dan
efisien.
2. Ketaatan
dan ketepantan terhadap ketentuan yang berlaku.
3. Pencapaian
dari recana dan program, baik target finansial, target fisik, maupun target
fungsional.
4. Faktor
ketenangan personil yang melaksanaan kegiatan pemeriksaan.
Dalam organisasi pendidikan, baik anggaran rutin maupun pembangunan
terdapat 9 kategori pembelanjaan, yaitu:
1. Dana
cadangan untuk keperluan khusus, seperti dana sosial, biaya menerima tamu,
membayar utang.
2. Pembelian
barang, gaji dan kesejahteraan personil.
3. Belanja
untuk melaksanakan tugas, barang habis pakai pada waktu pengajaran.
4. Biaya
fasilitas air, lampu, sanitasi, anggaran, pertanian sekolah.
5. Biaya
bimbingan konseling, dosen tamu, karya wisata.
6. Perbaikan
dan pengembangan kurikulum.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar