BAB I. PENDAHULUAN
Dalam pandangan ajaran
Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur.
Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah
tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah Negara,
semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai
sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai
secara efisien dan efektif.
Dalam makalah ini kami
akan membahas beberapa hal, yaitu:
1. Pengertian dan
pentingnya studi manajemen.
2. Fungsi-fungsi
manajemen.
3. Sejarah
(aliran-aliran) manajemen.
4. Manajemen dan islam
5.Mengapa perlu
menejemen?
BAB II. PEMBAHASAN
A,
Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari
kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini.
Mengapa manajemen itu
penting ?
pekerjaan itu berat dan
sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas dan
tanggung jawab dalam penyelesaiannya.
perusahaan akan dapat
berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik.
manajemen yang baik akan
meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
manajemen yang baik akan
mengurangi pemborosan – pemborosan
Manajemen pada dasarnya
baru dapat diterapkan, jika :
1, ada tujuan bersama
dan kepentingan yang sama yang akan dicapai
2, ada kerja sama
diantara sekelompok orang dalam ikatan formal dan ikatan tata tertib yang baik
3, ada pembagian tugas ,
kerja, dan tanggung jawab yang teratur
4, ada hubungan yang
formal dan ikatan kerja yang tertib
5, ada sekelompok orang
dan pekerjaan yang akan dikerjakan
6, ada organisasi atau
wadah untuk melakukan kerja sama
ada wewenang dan
tanggungjawab dari setiap individu
ada pemimpin dan bawahan
yang diatur
adanya komunikasi dan
delegasi
B, Sistem – Sistem Manajemen
Dapat dibedakan atas :
Manajemen Bapak
diartikan bahwa setiap usaha dan aktivitas organisasi para bawahan selalu
mengikuti jejak bapak atau atasan. Kebaikan dari manajemen ini adalah apabila
pemimpin tetap pada proporsi yang benar, pekerjaan dapat dengan cepat
dikerjakan sehingga tujuan tercapai dengan baik. Kelemahannya adalah apabila
pemimpin tidak benar, perusahaan akan hacur karena bawahannya akan turut
menyelewang. Kemudian organisasi terbatas, sebab hanya tergantung kepada
kecakapan pemimpin, bawahan hanya merupakan robot saja.
Manajemen Tertutup
diartiakn bahwa pada manajemen ini pimpinan tidak meberitahukan atau
menginformasika keadaan perusahaan kepada para bawahannya walaupun dalam
batas-batas tertentu. Kebaikan dari manajemen ini keadaan dan kerahasiaan dari
perusahaan akan terjamin, pengambilan keputusan cepat, kerna tidak melibatkan
partisipasi bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Kelemahannyaadalah para
bawahan tidak mengetahui keadaan perusahaan apabila untung atau rugi, problem dan
pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan hanya dihadapi manajer saja, tidak
mempersiapkan kader-kader pengganti di masa depan.
Manajemen Terbuka dapat
diterapkan dengan cara sebagai berikut : manajer banyak menginformasikan
keadaan perusahaan kepada bawahannya, sehingga bawahan dalam batas-batas
tertentu mengetahui keadaan perusahaan. Yang kedua seorang manajer sebelum
mengambil keputusan, terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada bawahannya
unutk mengemukakan saran-saran dan pendapat nya. Sehingga manajer mengajak para
bawahannya untuk ikut berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi. Kebaikannya para bawahan akan terbina dan terlatih, sehinga
memunculkan kader-kader untuk masa datang, menciptakan suasana kerja sama yang
akan semakin baik, menimbulakan perasaan senasib dan seperjuangan, dan para
bawahan mengetahui arah yang diambil perusahaan. Kelemahannya pengambilan
keputusan lama, rahasia perusahaan tidak terjamin, kecakapan dan kewibawaan
atasan akan diketahui para bawahan sehingga wibawanya berkurang.
Manajemen Demokrasi,
pelaksanaanya hampir sama dengan manajemen terbuka hanya pada manajemen
demokrasi hanya dapat dilakasanakandalam suatu organisasi yang setiap
anggotanya mempunyai hak suara yang sama, kemudian dalam manajemen demokrasi
setiap anggota ikut menetapkan keputusan berdasarkan suara terbanyak.
C, Fungsi-funngsi
Manajemen Dari Beberapa Pakar
Fungsi-fungsi manajemen
berkembang terus menjadi melebihi empat buah (banyak).
Luther Gullick:
Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja;
Pengkoordinasian; Pelaporan; Pengawasan; Anggaran.
George Terry:
Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak (Actuating); Pengawasan.
James Stone:
Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Kootz dan Donnel:
Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai), Pembinaan kerja;
Pengawasan.
Richard Griffin:
Perencanaan, Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Earnest Dale:
Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (penyusunan pegawai) Presentasi;
Pengawasan.
Hendry Foyal:
Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Lyndall Urwick:
Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Pemberikomando; Pengkoordinasian;
pelaporan; Pengawasan.
Fungsi-fungsi manajemen
dari yang dikemukakan para pakar itu bila di rekapitulasi adalah sebagai
berikut: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak; Pimpinan;
Pemberikomando; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian;
Pelaporan; Presentasi; Pengawasan; Anggaran.
Uraian ringkas
fungsi-fungsi manajemen
Berikut paparan mengenai
fungsi-fungsi manajemen secara ringkas sebagai berikut:
Ø Peramalan/Perkiraan
(Forecasting)
Ø Perencanaan
(Planning)
Ø Organisasi
(Organizing)
Ø Aktual
(Actuating) Menggerakkan
Ø Pimpinan
(Leading)
Ø Pengarahan
(Directing/Commanding)
Ø Motivasi
(Motivating)
Ø Inovasi
(Inovation)
Ø Koordinasi
(Coordinating)
Ø Kendali
(Controlling)
Ø Laporan
(Reporting)
Ø Staf
(Staffing)
Fungsi Operasional
Manajemen
Lingkaran Spiral
Aktifitas fungsi-fungsi manajemen menurut Islam, merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) atau berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan. Kejadian ini dijelaskan pada surat Alam Nasyrah [94] 5 sampai 7.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan (5). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6). Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain (7).
Berulang perkataan sesudah kesulitan itu ada kemudahan (ayat 5 dan 6). Ini berarti suatu siklus. Satu siklus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, kemudian dikerjakan pula siklus kedua dengan sungguh-sungguh (ayat 7).
Pada surat ini jelas terlihat penting melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan sungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan pertama begitulah seterusnya. Artinya untuk jenis produk yang sama tentu didapatkan kesulitan, kemudian dilakukan perbaikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh diproleh hasil yang lebih baik begitulah seterusnya. Hasil perbaikan akan menghilangkan beban, memberikan kemudahan, kelapangan dan meningkatkan mutu produk karena pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan kesulitan dari produk tersebut.
Perhatikan aktifitas fungsi-fungsi manajemen yang terkenal adalah POAK. Telihat merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) yaitu POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK dan seterusnya maka terjadi berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan.
Berulang perkataan sesudah kesulitan itu ada kemudahan (ayat 5 dan 6). Ini berarti suatu siklus. Satu siklus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, kemudian dikerjakan pula siklus kedua dengan sungguh-sungguh (ayat 7).
Pada surat ini jelas terlihat penting melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan sungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan pertama begitulah seterusnya. Artinya untuk jenis produk yang sama tentu didapatkan kesulitan, kemudian dilakukan perbaikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh diproleh hasil yang lebih baik begitulah seterusnya. Hasil perbaikan akan menghilangkan beban, memberikan kemudahan, kelapangan dan meningkatkan mutu produk karena pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan kesulitan dari produk tersebut.
Perhatikan aktifitas fungsi-fungsi manajemen yang terkenal adalah POAK. Telihat merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) yaitu POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK dan seterusnya maka terjadi berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan.
· Kejadian
ini bila diperhatikan mengikuti ayat-ayat Al Qur’an surat Alam Nasyrah [94]
ayat 5 sampai 7 dilengkapi dengan langkah Dan hanya kepada Tuhan mulah
hendaknya kamu berharap (8). Langkah ini tidak terdapat pada POAK.
Mudah-mudahan paparan diatas dapat menjadi masukan dalam menjalankan Usaha/Orgabisasi/bisnis.
Mudah-mudahan paparan diatas dapat menjadi masukan dalam menjalankan Usaha/Orgabisasi/bisnis.
D, Aliran
Manajemen Klasik
Pemikiran ini berkembang
selama Revolusi Industri tatkala bermunculan masalah-masalah yang berhubungan
dengan sistem yang selama ini berlaku di pabrik. Manajer mengalami
ketidakpastian dalam cara bagaimana melatih pekerja. Kesulitan ini muncul
karena Revolusi Industri mendorong imigrasi penduduk antarnegara, utamanya dari
wilayah yang non berbahasa Inggris ke negara-negara yang berbahasa Inggris.
Manajer juga gagap dalam menangani ketidakpuasan pekerja yang cenderung
meningkat. Lalu, mereka mulai menguji sejumlah solusi. Hasilnya, teori
manajemen klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk
memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical
School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Saintifik Klasik dan
Aliran Administrasi Klasik.
1. Aliran Saintifik
Klasik (Classical Scientific School)
Aliran ini muncul akibat
adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penekanannya
pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan yang
dilakukan dengan cara menguji bagaimana sesungguhnya proses kerja dilakukan
serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses kerja tersebut.
Aliran ini banyak berhutang pada sejumlah pemikir dominan seperti Frederick
Taylor, Henry Gantt, serta Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick Taylor. Ia
kerap dijuluki “bapak manajemen saintifik.” Taylor percaya bahwa organisasi
seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya serta
membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898, Taylor
menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel dapat dipindahkan
andaikata para pekerja menggunakan gerakan, alat, dan langkah-langkah yang
benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton sehari ketimbang 12,5
ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai tambahan, dengan
mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor mampu meningkatkan lama
waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah penyekop dari 500
menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif yang membayar uang
lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi dengan metode baru. Produktivitas
Bethlehem Steel meroket. Hasilnya, banyak teoretisi mengikuti filosofi Taylor
tatkala mereka membangun prinsip-prinsip manajemen di perusahaan masing-masing.
Henry Gantt. Ia adalah
kolega Taylor. Gantt membuat skema yang dikenal dengan Skema Gantt. Skema Gantt
adalah sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan antara rencana kerja
dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses produksi. Dengan lebih
menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi, ataupun berat, display
visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat perencanaan dan kontrol sejak ia
diciptakan Gantt tahun 1910.
Frank dan Lillian
Gilbreth. Sepasang suami istri ini merupakan satu tim. Mereka mempelajari
gerakan-gerakan pekerja saat melakukan pekerjaan. Karir awal Frank selaku
pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan standardisasi
kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan memperhatikan
adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien, sementara
lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap pemasang bata
menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi tersebut,
Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melakukan pekerjaan serta
membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang menggunakan metode baru Frank
ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari 1000 menjadi 2700
pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama yang didesain
untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank dan Lillian
Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan kamera perekam dan jam. Tatkala
suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang dipetik dari
studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar manajemen saintifik, yang
terdiri atas:
Ø Membangun standar-standar baru sehubungan dengan
cara-cara melakukan pekerjaan;
Ø Memilih, melatih, dan mengembangkan pekerja
adalah lebih baik ketimbang membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan dan
bagaimana melakukannya.
Ø Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan
manajemen guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
2. Aliran Administrasi
Klasik (Classical Administrative School)
Tatkala Aliran Saintifik
Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran Administrasi
Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan. Penekanannya lebih
pada bagaimana menciptakan prinsip-prinsip manajerial ketimbang cara-cara kerja
yang baru. Kontributor pemikiran ini adalah Max Weber, Henri Fayol, Mary Parker
Follett, dan Chester Irving Barnard. Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari
arus informasi di dalam organisasi dan menekankan pentingnya memahami bagaimana
sesungguhnya organisasi – sebagai keseluruhan– beroperasi.
Max Weber. Akhir
1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya
organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk
Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para
pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang
organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi
seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi
yang bersifat formal.
Weber juga menekankan
pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi. Weber
menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu).
Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan
seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus dapat secara mudah
dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal
dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin bahwa
seluruh birokrasi punya karakteristik berikut:
Ø Hirarki yang Disusun Baik. Seluruh posisi dalam
birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi yang lebih tinggi mengawasi
dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai komando tegas ini
memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara keseluruhan.
Ø Pembagian Kerja dan Spesialisasi. Seluruh
pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap pekerja punya
kebebasan melakukan tugas-tugas tertentu karena jelas aturannya.
Ø Aturan dan Perundangan. Prosedur operasi standar
harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk menyediakan kepastian dan
menjamin terlaksananya koordinasi.
Ø Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja. Manajer
harus memelihara hubungan impersonal dengan pekerja sehingga favoritisme dan
penilaian subyektif tidak mempengaruhi pembuatan keputusan.
Ø Kompetensi. Kompetensi, bukan siapa yang anda
kenal, harus menjadi dasar seluruh keputusan dalam kontrak kerja, penempatan,
dan promosi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku
karakteristik utama dalam organisasi birokrasi.
Ø Dokumentasi. Birokrasi perlu memelihara dokumen
mereka secara lengkap atas segala aktivitasnya agar ketika masalah muncul,
preseden mudah ditemukan.
Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip manajemen seperti telah dimuat dalam tulisan sebelumnya. Prinsip-prinsip ini memungkinkan manajemen modern saat ini memperoleh pedoman seputar bagaimana supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih digunakan secara luas dalam teori-teori manajemen.
Mary Parker Follett. Ia
menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama bagi para pekerja di dalam
organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan teoretisi lainnya yang
cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik. Follett merupakan pionir
dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan kepemimpinan dalam dunia
manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan pekerja berpartisipasi dalam
proses pembuatan keputusan. Follett menekankan pentingnya faktor manusia
ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi pionir pemihakan atas
pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana manajemen di masanya. Namun,
waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu tiba-tiba dimaknai secara
baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang didasarkan pada dasar-dasar
yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard.
Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone Company. Ia memperkenalkan
gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal adalah klik (kelompok di
dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami terbentuk di dalam organisasi.
Ia menganggap organisasi informal ini punya peran besar dalam fungsi komunikasi
dalam organisasi. Mereka sesungguhnya dapat membantu organisasi mencapai
tujuan.
Secara khusus, Barnard
merasakan pentingnya manajer membangun semangat tujuan bersama di mana kehendak
bekerjasama dapat didorong secara maksimal. Barnard dianggap pembangun teori
“manajemen dengan persetujuan,” yang menekankan manajer hanya memiliki
kewenangan yang legitimate untuk bertindak tatkala pekerja telah menyetujui
kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor berikut mempengaruhi keinginan
pekerja untuk menerima otoritas:
1. Pekerja telah memahami proses komunikasi di
dalam organisasi;
2. Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang
dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi;
3. Pekerja merasakan bahwa tindakan mereka
konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya; dan
4. Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan
fisik mampu melaksanakan perintah.
3. Teori Manajemen
Perilaku (Behavioral Management Theory)
Penekanan pemikiran
manajemen pasca aliran klasik ada di seputar interaksi dan motivasi individu di
dalam organisasi. Prinsip-prinsip manajemen selama periode klasik kurang mampu
menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di sekeliling
organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang mampu menjelaskan munculnya
perilaku pekerja yang beragam dalam menjalankan pekerjaan. Singkatnya, aliran
klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan perilaku tumbuh di dalam diri
pekerja. Hasilnya, muncul aliran perilaku (behavioral).
Teori manajemen
behavioral kerap disebut gerakan hubungan manusia akibat ia menekankan
pentingnya dimensi manusia dalam pekerjaan. Teoretisi behavioral yakin bahwa
pemahaman yang lebih baik atas perilaku manusia saat mereka bekerja, seperti
motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan
produktivitas organisasi.
Elton Mayo. Kontribusi
Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya F. J. Roethlisberger
menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil pengawasan supervisor
ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau fasilitas-fasilitas lain yang
bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang mampu memahami apa yang
sesungguhnya diinginkan pekerja, diyakini akan mampu meningkatkan motivasi dan
produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne Studies adalah, hubungan
antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja adalah aspek kunci bagi manajemen.
Konsep motivasi dalam diri manusia ini mendorong munculnya teori dan praktek
manajemen yang revolusioner.
Abraham Maslow. Seorang
psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori Kebutuhan. Teori
kebutuhan adalah teori motivasi kerja yang didasarkan pada kebutuhan umum
manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi:
1. Kebutuhan manusia tidak akan pernah terpuaskan;
2. Perilaku manusia punya tujuan dan dimotivasi
oleh kebutuhan untuk merasakan kepuasan; dan
3. Kebutuhan dapat diklasifikasi menurut struktur
hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) hingga yang lebih
kemudian.
4, Aliran Manajemen
Kuantitatif
Selama Perang Dunia II,
matematikawan, fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu pasti lainnya menggabungkan
diri ke dalam bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman, Jepang, dan
Italia. Aliran manajemen kuantitatif adalah hasil dari riset manajemen yang
diadakan selama Perang Dunia II tersebut. Pendekatan kuantitatif atas manajemen
melibatkan penggunaan teknik-teknik kuantitatif-matematika seperti statistik,
model informasi, dan simulasi komputer untuk memprediksi proses pembuatan
keputusan. Aliran ini punya beberapa cabang.
1. Manajemen Sains
Aliran manajemen sains
muncul menyikapi masalah yang berhubungan dengan perang global. Kini, pandangan
Manajemen Sains mendorong manajer menggunakan matematika, statistik, dan teknik
kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer dapat menggunakan model
komputer untuk menggambarkan cara terbaik, misalnya menghemat uang dan waktu,
dalam suatu proses produksi. Manajer menggunakan sejumlah aplikasi sains
berikut:
Ø Matematika terapan membantu membuat proyeksi
hal-hal penting dalam proses perencanaan.
Ø Model inventory mengendalikan inventaris dan
pengorderan barang secara matematis.
Ø Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen
Operasi.
2. Manajemen Operasi
Manajemen operasi adalah
cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen. Fokusnya pada
bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja, dan modal
menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual. Manajemen
operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang digunakan oleh
organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input atau
faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah, teknologi, modal informasi, dan
orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk akhir, didayagunakan secara lebih
efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen operasi saat
ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan pelanggan, dan
persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan konsumen: Apa yang
sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya? Kapan mereka menginginkannya?
Berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, manajer baru mengerahkan
sumber daya dan mengambil tindakan untuk memenuhi harapan pelanggan.
3. Sistem Informasi
Manajemen
Sistem Informasi
Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran kuantitatif. SIM mengorganisir
masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data, baik dari sumber internal
maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang bermanfaat. Informasi
tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM juga memungkinkan
pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan mudah diakses.
Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan secara cepat,
mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka, simulasi
jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik berdasar
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
5, Aliran Manajemen
Kontijensi (Situasional)
Aliran manajemen
kontijensi dapat dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada. Tesisnya,
suatu tindakan manajemen yang akan diterapkan serta pendekatan yang digunakan
dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab itu,
manajemen kontijensi juga disebut aliran manajemen situasional. Aliran ini
muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus merupakan
reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut fokus pada
faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya kepemimpinan
organisasi di aneka situasi berbeda. [2]
Bagi aliran kontijensi,
perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi kerja, dan
peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi. Menurut aliran
ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran saintifik seperti
lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan spesialisasi guna
mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era stabilitas, kepastian,
prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan, aturan, dan
prosedur-prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran Saintifik kini sudah
tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang mengelilingi
kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran kontijensi yang
berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi untuk menjamin
terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi. Ketidakmenentuan dan
ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah yang sifatnya non
rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi
diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya Organizations and
Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit tahun 1967.
Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa unit-unit
organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung mengembangkan
karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di
antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward dalam
karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang terbit tahun 1965
juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara finansial serta
menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki perbedaan sehubungan
dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen, dan derajat
spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam organisasi untuk
mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa bentuk-bentuk organisasi
tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.
6, Aliran Manajemen
Kualitas (Quality School of Management)
Aliran Manajemen
Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu
organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara
terus-menerus dengan fokus pada customer seraya sensitif terhadap kepentingan
para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana
cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik pada
pelanggan.
Perbedaan Manajemen
Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam masalah sikap manajemen
terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume produksi dan
biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan metode pindai (pemeriksaan
hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen, dan peran
manajemen didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan), menentukan
pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia fokus pada
pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen Kualitas
diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, misalnya memastikan kualitas
terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka ia
diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas kualitas
produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih, memfasilitasi, dan
membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah : kualitas, kerja
tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang menjamin
kepuasan pelanggan.
W. Edward Deming. Tokoh
Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out of the Crisis.
Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat yang bekerja sama
dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya itu, Shewhart,
seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa kendali produksi dapat
dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode statistik. Shewhart
lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-variabel dalam
proses produksi.
Berdasarkan karya
Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja yang menggunakan
teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan awal seputar
kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming lalu
dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur
karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control
kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan
menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih lanjut, Deming
kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul tatkala
kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi ini akan
mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, dan kebertahanan
hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya kebanggaan dan
kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab manajer-lah untuk
meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga
memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya
pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke
dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar kualitas produk
secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan dapat
diringkas sebagai berikut:
Susun rencana;
publikasikan maksud dan tujuan organisasi;
Pelajari dan adopsi
filosofi kualitas yang baru;
Pahami tujuan dari
inspeksi; hentikan kebergantungan pada inspeksi;
Hentikan pandangan
tinggi atas bisnis semata-mata pada harga;
Tingkatkan kinerja
sistem secara terus-menerus;
Lembagakan pelatihan;
Latih dan lembagakan
kepemimpinan;
Buang rasa takut,
ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi;
Tingkatkan upaya dari
tim, kelompok, dan staf;
Hentikan pemaksaan dan
pentargetan pada para pekerja; ciptakan metode prestasi;
Hentikan kuota angka
bagi para pekerja;
Buang hambatan yang
merampok kebanggaan diri pekerja atas pekerjaannya;
Dorong pendidikan dan
peningkatan diri untuk setiap orang; dan
Bertindak secara
transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.
Pengertian Manajemen
Pendidikan Islam
Dari segi bahasa
manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari
kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan.
Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan
Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang
berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
“Ramayulis menyatakan
bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan)
“. Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur)
yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ
إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّون
Artinya : Dia mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat
di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager).
Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola
alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan
sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. “Sementara manajemen
menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja
sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang
lain”
“Sedangkan Sondang P
Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen
sebagai kemampuan
atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka
mencapai tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain”
Bila kita perhatikan
dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa
manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan
orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara
efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses
transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
E. Model
Manajemen Yang Tepat Untuk Mengembangkan Pendidikan Islam
Dari perspektif sejarah,
lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah dan pesantren
itu tumbuh dari bawah, dari gagasan tokoh-tokoh agama setempat.
Diawali dari pengajian yang lantas mendirikan mushalla/masjid, madrasah
diniyah, dan kemudian mendirikan pesantren atau madrasah. Sebagian besar
tumbuh dan berkembang dari kecil dan kondisinya serba terbatas. Selanjutnya ada
yang tubuh dan berkembang dengan pesat atau mengalami continuous
quality improvement, ada juga yang stagnant (jalan di
tempat) dan ada pula yag mati. Bagi yang terus berkembang hingga mampu
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum dan perguruan tinggi, didukung oleh
usaha-usaha lain yang bersifat profit seperti pertanian, perdagangan,
percetakan, industri jasa dan lain sebagainya.
Sejak dekade 90-an,
kesadaran umat untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam mulai bangkit
dimana-mana dan beberapa di antaranya telah mampu menjadi sekolah unggul atau
sekolah yang efektif (effective school)”].Yang menjadi persoalan adalah
model manajemen yang bagaimana yang tepat bagi pendidikan Islam yang memiliki
karakteristik tersebut?
1.Manajemen yang
Bernuansa Entrepreneurship.
Sebagaimana dikemukakan
di muka bahwa sebagian besar pendidikan Islam tumbuh dan berkembang dari bawah
dan dari kecil. Manajemen yang tepat adalah manajemen yang dapat memberikan
nilai tambah. Manajemen yang dapat memberi nilai tambah adalah manajemen yang
bernuansa entrepreneurship. Rhenald Kasali dalam “Paulus Winarto menegaskan
bahwa seorang entrepreneur adalah seorang yang menyukai
perubahan, melakukan berbagai temuan yang membedakan dirinya dengan orang lain”[5][6],
menciptakan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, karyanya
dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan dilembagakan agar kelak dapat
bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Seorang manajer yang sekaligus
sebagai seorang entrepreneur memiliki karakter sebagai
berikut: memiliki keberanian mengambil resiko, menyukai tantangan, punya daya
tahan yang tinggi punya visi jauh ke depan dan selalu berusaha memberikan yang
terbaik.
Menjadi seorang entrepreneur diperlukan
integritas yang kokoh, memiliki etos kerja yang tinggi dan kesanggupan untuk
menghadapi tantangan, hambatan dan bahkan ancaman.
Seorang entrepreneur adalah orang yang berani mengambil keputusan
“keluar dari zona nyaman dan masuk ke dalam zona ketidakpastian (penuh
resiko)”. Manajer yang biasa (konvensional) sebenarnya adalah orang yang paling
membutuhkan keamanan dan status quo, dan sebaliknya takut pada
perubahan. Hal ini wajar karena ia sedang berada di puncak piramida dalam
struktur organisasi dengan segala fasilitas, kedudukan dan kehormatan yang
melekat padanya.
Seorang entrepreneur pada
dasarnya adalah seorang pembaharu (innovator) karena melakukan sesuatu
yang baru, dianggap baru atau berbeda dari kondisi sebelumnya. Apa yang
dilakukan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan memberi nilai
tambah bagi diri maupun orang lain. Dalam upaya untuk menciptakan
nilai tambah seorang entrepreneur sangat mengutamakan
kekuatan brand, yaitu citra atau merek yang kuat atas apa yang
dilakukannya. Dengan brand yang baik jelas akan
memberikan value yang tinggi. Brand image bagi
sebuah lembaga pendidikan merupakan aset yang paling berharga yang mampu
menciptakan valuebagi stakeholder dengan
meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas dan akhirnya melahirkan
kepercayaan. Seorang manajer yang sekaligus entrepreneur bukan
sekedar bisa membangun brand belaka, namun juga memanfaatkan
kekuatan brand untuk melipatgandakan akselerasi sebuah
perubahan.
Pesan Kyai Dahlan
(KH. Ahmad Dahlan) agar meng”hidup-hidupi Muhammadiyah dan jangan
mencari hidup di Muhammadiyah” dapat ditafsirkan dalam konteks
semangat entrepreneurship. Artinya setiap orang yang bekerja di lembaga amal
usaha Muhammadiyah harus mampu memberikan nilai tambah bagi perkembangan
lembaganya. Dengan cara inilah akan terjadi penumpukan capital (capital
development) sehingga amal usaha Muhammadiyah dapat terus tumbuh dan
berkembang.
2. Management based
society
Yaitu manajemen yang
dapat menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. “Data EMIS Departemen
agama menunjukkan 90% madrasah berstatus swasta dan 100 % pesantren adalah
swasta”[6][7].Ini
berarti bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga milik masyarakat,
atau bisa dikatakan “dari, oleh dan untuk masyarakat”. Manajemen
pendidikan Islam yang tepat adalah manajemen yang dapat mendekatkan pendidikan
Islam dengan masyarakat, diterima, dimiliki dan dibanggakan oleh masyarakat,
dan dapat mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki masyarakatnya. Konsep
Manajemen berbasis sekolah (Management Based School) dan pendidikan
berbasis masyarakat (Society Based Education) dalam konteks otonomi
daerah, lahir karena dilandasi oleh kesadaran bahwa masyarakat punya peran dan
tanggung jawab terhadap lembaga pendidikan di daerahya disamping sekolah dan
pemerintah.
Bagi lembaga pendidikan
Islam yang memang “dari, oleh dan untuk masyarakat”, maka mengembalikan
pendidikan Islam kepada masyarakat merupakan sebuah keniscayaan apabila
pendidikan Islam ingin mengambil dan mendayagunakan kekuatannya. Dengan kata
lain, masyarakat adalah kekuatan utama pendidikan Islam. Mencabut pendidikan
Islam dari grass root nya (masyarakat) justru akan memperlemah
pendidikan Islam itu sendiri. Pondok pesantren yang mampu menjaga hubungan
baiknya dengan basis sosialnya terbukti dapat terus berkembang, dan sebaliknya
akan mengalami surut ketika ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Lembaga-lembaga
pendidikan di Negara-negara maju terutama yang berstatus privat pada umumnya
terdapat lembaga semacam Dewan Sekolah, Majlis Madrasah, Dewan Penyantun,
Majlis Wali Amanah dan lain sebagainya yang antara lain
bertugas memperhatikan hubungan, kedekatan dan aspirasi masyarakat
serta siap mendayagunakan potensi masyarakat dan memberikan layanan pengabdian
(langsung maupun tidak langsung) kepada masyarakat. Di Stanford University
misalnya ada The Board of Trustees yang berwenang mengelola
dana hibah dan hadiah (grand), sumbangan (endowment) dan lain
sebagainya yang dihimpun dari dana masyarakat untuk pengembangan Stanford
University.
Di Negara-negara
persemakmuran seperti di University of London United Kingdom dan McGill
University Canada misalnya terdapat lembaga yang namanya Board of
Governor. Anggota lembaga ini sebagian besar dari luar universitas yang
pada umumnya memiliki tugas dan peran sebagaimana The Board of Trustees pada
Stanford University. McGill University misalnya, lembaga ini dapat berkembang
karena semangat amal dari masyarakatnya. Diawali dari hibah James McGill yang
menghibahkan sebagian kekayaannya berupa uang 10.000 pound sterling dan tanah
40 hektar beserta real estat yang ada di dalamnya, lembaga ini didirikan dan
berkembang dengan terus menggali dana dari masyarakat sampai sekarang. Di
McGill, semangat beramal itu tidak hanya dalam pengertian materi terutama dari
para dermawan dan hartawan, tetapi juga perbuatan. Dosen, karyawan dan pimpinan
McGill rela bekerja keras karena dilandasi oleh semangat amal, semangat
beribadah.
Semangat beramal untuk
membangun lembaga pendidikan dalam tradisi iman umat Islam sebenarnya bukan
sesuatu yang baru, bahkan umat Islam pernah menjadi pelopor (avant-garde)
dalam komitmennya mengembangkan lembaga pendidikan melalui semangat amal. Yang
menjadi persoalan sekarang adalah, bagaimana membangkitkan kembali semangat
beramal ini dalam mengembangkan pendidikan Islam? Pertama,
adanya lembaga semacam Board of Trustees atau semacam Majlis
Wali Amanah yang anggotanya dari wakil masyarakat yang memiliki integritas dan
komitmen yang tinggi terhadap pendidikan Islam. Kedua, perlu
dibangkitkan kembali semangat juang (jihad), etos kerja semua komponen stake
holder internal sebagai wujud amal (perbuatan) nyata. Ketiga,
perlu diterapkan manajemen mutu terpadu (total quality management)
dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
3. Management
Based Mosque atau Manajemen Berbasis Masjid.
Sebagaimana dikemukakan
di muka, embrio pendidikan Islam adalah Masjid. Manajemen pendidikan Islam yang
berbasis masjid adalah manajemen yang dijiwai oleh nilai dan semangat
spiritual, semangat berjamaah, semangat ihlas lillahi ta’ala (ihlas
karena Allah) dan semangat memberi yang hanya berharap pada ridlo Allah. Proses
pembelajaran yang integratif dengan masjid memberikan nuansa religius yang
kental dalam penanaman nilai-nilai religius maupun praktek langsung pengalaman
beragama. Dimulai dari pembiasaan shalat dluha, shalat dluhur berjamaah dan
shalat Ashar berjamaah bagi yang full day school
BAB III. PENUTUP
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diingini. Manajemen berfungsi agar mempermudah pekerjaan,
menjadikan organisasi atau lembaga menjadi lebih baik, meningkatkan daya guna
dan menghemat biaya. Ada beberapa jenis aliran manejement seperti
1. Aliran Manajemen
Klasik
2. Aliran Manajemen
Kuantitatif
3. Aliran Manajemen
Kontijensi (Situasional)
4. Aliran Manajemen
Kualitas (Quality School of Management)
Manajemen dalam Islam
1. Manajemen yang
Bernuansa Entrepreneurship.
2. Management based
society
3. Management Based
Mosque atau Manajemen Berbasis Masjid.
Makalah sederhana
ini semoga bermanfaat. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Syafaruddin
(2005). Manajemen lembaga pendidikan Islam.Ciputat. Penerbit
Ciputat press.
http://lizenhs.wordpress.com/2011/06/23/fungsi-fungsi-manajemen/ Diakses
pada tanggal 22 September 2012
http://kependidikanislamuniva.blogspot.com/2012/03/model-manajemen-dalam-islam.html Diakses
pada tanggal 22 September 2012


Tidak ada komentar:
Posting Komentar